Kabupaten Sumedang – Berdasarkan temuan awak media di lapangan, terdapat chatingan yang diduga Kepala Dinas Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sumedang terhadap salah seorang pihak ke-3 yang berisikan meminta transferan uang senilai Rp. 20 juta dengan dijanjikan beberapa paket proyek.
Terdapat bukti transfer terhadap rekening atas nama Asep Sudrajat DRS pada tanggal 19 September 2022 senilai Rp. 10 juta, dan 5 juta pada 20 September 2022, lalu 2 juta pada tanggal 21 September 2022 dan 3 juta pada tanggal 22 September 2022 dengan keterangan “Pa Asep anu kamari kirangna (Pa Asep yang kemarin kurangnya)”, terhadap nomor rekening Bank BCA dengan atas nama rekening yang sama.
Ada Chatingan WA dari Kepala Dinas yang berisi ngirim nomor rekeningnya terhadap pihak ke-3 dan berisikan percakapan sebagai berikut :
Pada Senin, 19 September 2022
Pihak ke-3 : “Mangga pa Asep abdi masih di tol, nanti di info ya, sareng nyuhunkeun no WA pami berkenan, nuhun. (Silahkan pa Asep saya masih di tol, nanti di inro ya, dan minta no wa nya apabila diperkenankan, terimakasih)”.
Kadisnakertrans : “Haturnuhun mangga ka percantenanna nampi sambetan. (Terimakasih atas kepercayaannya, saya terima ini sebagai utang)”.
Pihak ke-3 : “Assalamualaikum ww atos ditransfer pak Asep 10 JT. (Assalamualaikum ww sudah ditransfer pak Asep 10 JT)
Kadisnakertrans : “Siap sampai ketemu besok”
Dan terdapat beberapa chatingan lagi, yang berisikan bahwa pihak ke-3 menagih proyek yang dijanjikan oleh Kadisnakertrans Kabupaten Sumedang tersebut, namun proyek yang dijanjikan tidak kunjung ditepati, hingga pihak ke-3 itu menagih uangnya untuk dikembalikan, namun uangnya pun hingga kini belum juga dikembalikan.
Selain itu, terdapat pula foto Kadisnakertrans yang memegang kwintansi pembayaran uang dari pihak ke-3.
Hal diatas diduga merupakan tindakan gratifikasi, pengertian gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B ayat (1) UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Gratifikasi merupakan pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Namun, ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 30 hari sejak menerima gratifikasi (Pasal 12C ayat (1) & (2) Undang-Undang No. 20 Tahun 2001).
Peraturan terkait Gratifikasi
1. Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya“.
2. Pasal 12C ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK“.
3. Pasal 12C ayat (2) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi ” Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima“.
4. Pasal 16, 17, 18 UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
5. PMK Nomor 7/PMK.09/2017tentang Pedoman Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Kementerian Keuangan.
Sanksi Gratifikasi
Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 menyebut penerima gratifikasi dapat dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Gratifikasi Awal Korupsi
Dewasa ini, istilah gratifikasi merupakan bagian dari Korupsi itu mulai disebut secara spesifik semenjak disahkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sehubungan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tersebut sudah dilakukan beberapa kali Perubahan sebagaimana berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang kemudian diubah sebagaimana berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Menjadi Undang-Undang dan Perubahan Terakhir sebagaimana berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Saat dikonfirmasi melalui surat sejak 24 Februari 2023, Kadis sama sekali enggan menjawabnya. Kemudian awak media pun mendatangi secara langsung diruangan kantornya di Jl. Pangeran Kornel No.241, Pasanggrahan Baru, Kec. Sumedang Sel, Kabupaten Sumedang, pada tanggal 07/03/2023. Kadisnaker mengakui dan membenarkan hal tersebut. Dan dia pun berjanji akan mengembalikan uang milik pihak ke-3 itu dengan meminta waktu beberapa hari.
Namun, banyak pihbak yang menyayangkan atas sikap dan prilaku dari kepala dinas tersebut, mengingat hal itu jelas melanggar aturan dan tidak pantas serta dilakukan oleh seorang pejabat public atas seorang kepala dinas. **TIM**