Kabupaten Sumedang, TJI – Ujang Cece awalnya berprofesi sebagai Guru Honorer di SMP Satu Atap Cimanggung. Namun, sejak tahun 2017 dia merintis usaha kopi bubuk yang dinamainya “kopi Sindulang”. Dengan penuh kesabaran dia mencoba usaha dibidang kopi, apalagi ia bukan petani kopi, jadi bukan hal yang mudah untuk menggeluti usaha kopi.

Mengingat selama ini para petani kopi diwilayahnya hanya menjual hasil kopi mentahnya langsung kepada tengkulak, dan dengan harga yang sudah dipatok atau ditentukan oleh tengkulak itu sendiri, sehingga harganya jauh berbeda dibandingkan jika kopi yang langsung diolah terlebih dahulu.

Ujang Cece pun mulai berpikir, penghasilan yang di peroleh orang tuanya yang juga sebagai petani kopi tidak menghasilkan banyak keuntungan serta bisa dibilang kurang sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, ia mulai berinisiatif untuk mengolah hasil panen kopi dari kebunnya agar mendapatkan hasil yang lebih memuaskan.
Mulai tahun 2017, dari lahannya yang memiliki luas 1 hektar, kopi yang ia tanam dan dipanennya, Ujang Cece pun mencoba untuk mengolah sendiri, dengan cara yang tradisional, dibantu istri dan orang tuanya.
Dalam setiap kisah seseorang, memiliki cerita yang berwarna dan bisa jadi sangat inspiratif serta bisa diambil hikmahnya. Seperti halnya kisah pendiri Kopi Sindulang.
Dari sanalah dia mulai mengawali mengolah kopi hasil panen orang tuanya secara manual dan di beri nama kopi Gunung Kerenceng pada awal tahun 2017, adapun kegiatan para petani kopi di daerahnya yang tergabung dalam satu kelompok tani selalu menjual kepada bandar setiap panen raya nya , yang menurut dia selama ini ada peluang dalam pengolahan kopi asli daerahnya. Oleh karena itu, dia meyakinkan dirinya untuk memulai mengelola kopi diawali dengan nama kopi kerenceng. Konsepnya, konsumen bisa mencoba mencium berbagai macam aroma yang diinginkan sebelum diracik menjadi suguhan istimewa. Setelahnya ia pun membuka kedai Hidro Coffee, dari pengalamannya sebagai penikmat dan peminum kopi.

Pria kelahiran tahun 1982 ini, membuka kedai Hidro Coffee pada tahun 2020, di kawasan Cindulang. Dia terinspirasi tatkala mendaki beberapa gunung dan bertemu banyak komunitas pencinta alam. Karena mendaki gunung merupakan salah satu dari hobinya . Setiap para pendaki gunung yang ditemuinya, selalu membawa kopi asli dari daerahnya masing-masing, maka dari itulah Ujang cece ingin memberdayakan kopi yang sudah lama digeluti oleh orang tuanya .
Ujang cece merasa harus lebih banyak belajar untuk menambah pengalamannya di dunia kopi, karena ia merasa belum menemukan racikan kopi yang berkualitas dengan harga terjangkau, dari hasil studi dan silaturahminya dengan beberapa penggiat kopi akhirnya mendapatkan teknik dan cara dalam pengelolaan racikan kopi yang berkualitas maupun dari segi harga. Baginya, hal terpenting dari minuman kopi adalah kualitas minuman kopi itu sendiri, bukan fasilitasnya.

Setelah mendapati racikan yang sempurna, Ujang cece mulai mengemas dan ikut pameran kopi di sumedang dan menjadi perhatian khusus pemerintah sumedang. Ujang cece pun difasilitasi dan mendapat dukungan pemerintah. Dengan mendaftarkan dan memberikan PIRT sebagai bentuk dukungan pemerintah terhadap petani dan pengusaha lokal asli Sumedang.
Pemerintah Desa pun sangat mendukung dengan memberikan bantuan alat giling agar mempermudah proses pengolahannya, serta meminta untuk memberi nama kopi Sindulang agar bisa mengangkat citra desanya.
Kopi merupakan salah satu minuman yang digemari oleh berbagai kalangan dan termasuk minuman favorit, bahkan setiap tahunnya semakin ramai saja peminatnya, begitupun dengan peluang usaha kopi yang membuat banyak sekali pemain bisnis baru bermunculan disektor ini.
Ibarat jamur dimusim penghujan, semakin banyak pelaku usaha yang tertarik menjual produk kopi bubuk dalam kemasan, hingga munculnya kedai kopi maupun kafe yang menawarkan berbagai macam minuman kopi.
Sehingga membuat orang-orang terkadang menjadi bingung mau memilih dan membeli produk kopi, karena saking banyaknya produk kopi bubuk yang beredar di media sosial dan toko online, maupun offline. Hal ini dikarenakan kopi telah menjadi salah satu minuman paling populer di Indonesia sejak dulu.
Pengolahan kopi dengan cara petik merah yang dilakukan Jang Cece akan menghasilkan biji kopi jenis premium berkualitas tinggi, katanya.
Tak hanya produk kopi bubuk seperti hany fullwash dan natural saja, ia juga berinovasi menjual produk lain yang sudah di proses dalam bentuk greenbeen.
Berbagai macam produk yang ditawarkan, Jang Cece berharap bisa dikenal luas masyarakat indonesia dan internasional, karena dari sejarahnya saja untuk wilayah Cindulang yang merupakan bagian dari wilayah Parakanmuncang, yang dikenal sejak zaman VOC Belanda adalah daerah penghasil kopi terbaik . bahkan menurutnya masih ada pohon kopi diwilayahnya yang hidup sejak jaman voc .
Bicara soal masa-masa pandemi, Ia mengaku hanya mampu memproduksi sekitar 1 kwintal saja, dikarenakan permintaan turun hingga 80 persen dari pada biasanya, sehingga membuatnya terpaksa untuk memangkas volume produksi kopi.
Meskipun, omzetnya turun lebih dari setengahnya, Jang Cece tetap optimis dan berusaha tetap eksis dalam mengembangkan usaha bubuk kopinya agar semakin maju. Ia pun tak memungkiri, wabah covid-19 ini sangat berdampak pada usaha dan berbagai kegiatan. Semua proses produksi kopi dari awal biji hingga bubuk tidak memperkerjakan pihak lain, sehingga tidak perlu merumahkan atau menggaji pekerjanya, karena semua dilakukan bersama dengan keluarganya sendiri .
Tapi disisi lain, memang pemasarannya belum mencapai target hingga awal tahun ini. Mulanya ia ingin bekerja sama dengan beberapa stakeholder, tapi karena kondisi yang sulit membuat dirinya harus menunda sementara keinginannya. Ia juga berharap dengan situasi seperti ini, peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk membimbing UMKM seperti yang dilakoninya, supaya bisa mengembangkan usaha secara optimal untuk ke depannya.
Ujang cece mengingatkan, keunggulan dari produknya yakni berada di citarasa dan rasanya yang bermacam-macam. “Yang membedakan itu ialah sejarah wilayah Parakanmuncang sebagai penghasil kopi terbaik dari jaman VOC, sehingga banyak yang datang ke tempat saya, karena katanya rasanya beda.
Ternyata, menjual produk kopi bubuk tidak semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi di masa pandemi covid-19 ini, membuat persaingan semakin ketat yang memunculkan opsi tetap bertahan atau menyerah.
Hal itu tidak berlaku baginya , pelaku usaha Kopi bubuk asal Desa Cindulang Kecamatan Cimanggung Kabupaten Sumedang ini, masih tetap eksis memproduksi walaupun ditengah pandemi. Karena menurutnya, ini sebuah tekad bukanlah sebuah kenekadan.**Oki Mahendra**